1. Kewajiban Karyawan Terhadap Perusahaan
a. Tiga kewajiban karyawan yang penting
1. Kewajiban
ketaatan
Karyawan harus mematuhi perintah dan petunjuk atasannya.
Namun ada beberapa hal yang tidak harus dipatuhi karyawan, seperti :
a.Karyawan tidak
perlu bahkan tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruhnya melakukan sesuatu
yang tidak bermoral.
b.Karyawan tidak wajib mematuhi perintah atasannya yang tidak wajar, walaupun dari segi etika tidak ada keberatan.
Maksud tidak wajar adalah perintah yang tidak diberikan
demi kepentingan perusahaan.
c.Karyawan tidak
perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak
sesuai dengan penugasan yang disepakati ketika ia menjadi karyawan di
perusahaan itu.
Cara mengindari terjadinya kesulitan seputar kewajiban ketaatan adalah membuat job description yang jelas dan lengkap pada saat karyawan mulai bekerja di perusahaan. Job description harus dibuat dengan cukup luwes, sehingga kepentingan perusahaan selalu bisa diberi prioritas.
2. Kewajiban
konfidensialitas
Konfidensialitas berasal dari kata Latin “confidere” yang berarti “mempercayai”. Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban konfidensialitas tidak saja berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan, tetapi berlangsung terus setelah ia pindah kerja. Dasar untuk kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property rights dari perusahaan.
3. Kewajiban
loyalitas
Dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggis kata loyal selalu dikaitkan dengan “setia”. Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan (conflict of interest), artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersaing dengan kepentingan perusahaan. Berdasarkan kontrak kerja atau persetujuan implisit (kalau tidak ada kontrak resmi), karyawan wajib melakukan perbuatan-perbuatan tertentu demi kepentingan perusahaan. Tidak boleh melibatkan diri dalam kegiatan kegiatan lain yang terbentur dengan kewajiban itu.
b. Melaporkan kesalahan perusahaan
Dalam literatur etika bisnis berbahasa Inggris masalah
ini dikenal sebagai whistle
blowing (meniup peluit). Istilah ini sering digunakan dalam arti
kiasan: membuat keributan untuk menarik perhatian orang banyak. Dalam
etika, whistle
blowing mendapat arti lebih khusus: menarik perhatian dunia luar
dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah organisasi.
Whistle
blowing dibedakan menjadi dua, yaitu whistle blowing internal
(pelaporan kesalahan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan
langsung), dan whistle
blowing eksternal (pelaporan kesalahan perusahaan kepada
instansi di luar perusahaan, baik instansi pemerintah atau kepada masyarakat
melalui media komunikasi).
Syarat-syarat whistle
blowing dapat diterima secara moral:
1. Kesalahan perusahaan yang besar.
Menurut Norman Bowie dan Ronald Duska menyebutkan
tiga kesalahan perusahaan yang dianggap besar.
a. Menyebabkan kerugian yang tidak perlu untuk pihak
ketiga (selain perusahaan dan si pelapor).
b. Terjadi pelanggaran HAM.
c. Melakukan kegiatan yang bertentangan dengan tujuan
perusahaan.
d. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar.
e.Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah
terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain.
f.Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan
dulu, sebelum kesalahan perusahaan dibawa keluar.
g.Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Jika sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-apa, lebih baik tidak melapor. Tentu saja, sebelum berlangsung, tidak pernah ada kepastian bahwa pelaporan akan mencapai sasarannya, yaitu mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga.
2. Kewajiban
Perusahaan Terhadap Karyawan
a. Perusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi
Diskriminasi
dalam konteks perusahaan
Istilah ini berasal dari suatu kata Latin discernere yang berarti membedakan, memisahkan, memilah. Dalam konteks perusahaan, dengan diskriminasi dimaksudkan: membedakan antara pelbagai karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dalam prasangka. Latar belakang terjadinya diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme, atau seksisme.
2. Argumentasi
etika melawan diskriminasi
a.Utilitarianisme dikemukakan
argumen bahwa diskriminasi merugikan perusahaan itu sendiri. Terutama dalam
rangka pasar bebas, menjadi sangat mendesak bahwa perusahaan memiliki karyawan
berkualitas yang menjamin produktivitas terbesar dan mutu produk terbaik.
Sumber daya manusia menjadi kunci dalam kompetisi di pasar bebas.
b.Deontologi menggarisbawahi
bahwa diskriminasi melecahkan martabat dari orang yang didiskriminasi.
c.Teori keadilan. Praktek diskriminasi bertentangan dengan teori ini, khususnya keadilan distributif. Keadilan distributif menuntut kita memperlakukan semua orang dengan cara yang sama, selama tidak ada alasan khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara berbeda.
3. Beberapa masalah terkait
Penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena
kondisi historis, sosial atau budaya dalam masyarakat. Diskriminasi berbeda
dengan favoritisme, dalam konteks perusahaan favoritisme adalah kecenderungan
untuk mengistimewakan orang tertentu (biasanya saudara) dalam menyeleksi
karyawan, menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus, dsb. Favoritisme tidak
terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru preferensi.
Untuk menanggulangi akibat diskriminasi dulu, kini lebih banyak dipakai istilah “affirmative action” artinya aksi afirmatif. Melalui aksi ini orang mencoba mengatasi atau mengurangi ketertinggalan golongan yang dulunya didiskriminasi.
b. Perusahaan harus menjamin kesehatan
dan keselamatan kerja
1. Beberapa aspek
keselamatan kerja
Keselamatan kerja bisa terwujud bila tempat kerja itu aman, artinya bebas dari resiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat, artinya bebas dari resiko terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit (occupational diseases) sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat kerja.
2. Pertimbangan etika
Yang menjadi dasar etika bagi kewajiban perusahaan untuk
melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja:
a.Setiap pekerja berhak atas kondisi kerja yang aman dan
sehat.
b.Berdasarkan dasar pemikiran deontologi Kant : manusia
harus diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana
belaka.
c.Menunjukan dasar itu dengan suatu argumentasi utilitarian, bahwa tempat kerja yang aman dan sehat paling menguntungkan bagi masyarakat sendiri, khususnya bagi ekonomi negara.
3. Dua masalah khusus
a.Apakah pekerja berhak menolak tugas-tugas yang
berbahaya? Mengacu pada kewajiban karyawan untuk menaati semua perintah yang
wajar dari atasannya. Dan tentunya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b.Segi etis dari “resiko reproduktif” atau resiko untuk keturunan si pekerja.
c. Kewajiban memberi gaji yang adil
1. Menurut
keadilan distributif
Pandangan ini dilatarbelakangi konsepsi liberalistis yaitu upah atau gaji dapat dianggap adil, bila merupakan imbalan untuk prestasi. Sedangkan pandangan sosialistis dikemukakan dari sudut pandang pekerja. Mereka menekankan bahwa gaji baru adil, bila sesuai dengan kebutuhan si pekerja beserta keluarga.
2. Enam faktor khusus
Menurut Thomas Garrett dan Richard Klonoski, yaitu:
a.Peraturan hukum,
yaitu ketentuan hukum mengenai upah minimum.
b.Upah yang
lazim dalam sektor industri tertentu atau daerah tertentu. Kriteria
yang baik adalah gaji atau upah bisa dinilai adil, jika rata-rata diberikan
dalam sektor industri bersangkutan.
c.Kemampuan perusahaan.
Perusahaan yang menghasilkan laba besar harus memberi
gaji yang lebih besar pula daripada perusahaan yang mempunyai margin laba yang
kecil.
e.Sifat khusus pekerjaan tertentu.
Beberapa tugas dalam perusahaan hanya bisa dijalankan
oleh orang yang mendapat pendidikan atau pelatihan khusus, sehingga wajar saja
jika orang dengan pelatihan khusus mendapat gaji lebih besar daripada yang
tidak mempunyai pelatihan khusus.
f.Perbandingan dengan upah/gaji lain dalam perusahaan.
Perusahaan
yang mempunyai sistem penggajian yang fair akan membayar gaji/upah yang kira-kira
sama untuk pekerjaan yang sejenis. Disini berlaku prinsip equal pay for equal work. Kalau tidak
perusahaan mempraktekan diskriminasi.
g.Perbandingan gaji/upah yang fair. Perundingan langsung antara perusahaan dan karyawan merupakan cara yang ampuh untuk mencapai gaji dan upah yang fair.
3. Senioritas dan imbalan rahasia
Senioritas maksudnya, orang yang bekerja lebih lama pada suatu perusahaan atau instansi mendapat gaji lebih tinggi. Imbalan rahasia maksudnya pemberian bonus atau insentif berlangsung secara rahasia, sehingga hanya yang bersangkutan yang tahu.
4. Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan
semena-mena
Menurut Garrett dan Klonoski, dengan lebih
konkret kewajiban majikan dalam memberhentikan karyawan dapat dijabarkan sbb:
a.Majikan
hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat. PHK harus
didasarkan pada faktor obyektif, misalnya pelanggaran disiplin kerja yang
mengakibatkan kerugian serius untuk perusahaan. Bukan berdasarkan faktor
subyektif, yaitu faktor yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan perusahaan.
Apabila seorang karyawan terbukti bersalah, sebaiknya diberi peringatan dulu
sebelum diberhentikan dengan definitif.
b.Majikan
harus berpegang pada prosedur yang semestinya.
Prinsip-prinsip agar prosedur pemberhentian bisa dianggap fair:
a. Tuduhan terhadap karyawan harus dirumuskan dengan jelas
dan didukung oleh pembuktian yang meyakinkan.
b. Karyawan harus diberi kesempatan untuk bertatap muka
dengan orang yang menuduhnya, untuk membantah tuduhan dan memperlihatkan bahwa
pembuktiannya tidak tahan uji, kalau ia memang bersalah. c. Harus tersedia
kemungkinan untuk naik banding dalam salah satu bentuk, sehingga keputusan
terakhir diambil oleh orang atau instansi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan karyawan bersangkutan.
c.Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan sampai seminimal mungkin. Dengan memberitahu kepada karyawan beberapa waktu sebelum dia diPHK, supaya memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mencari pekerjaan lain.
KESIMPULAN
Kewajiban
karyawan dan perusahaan memiliki keterkaitan, baik kewajiban karyawan dengan
perusahaan maupun kewajiban perusahaan dengan karyawan. Sebagai seorang
karyawan wajib hukumnya taat kepada atasannya, tentunya tidak semua perintah
harus dijalankan tetapi perintah yang sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Apabila seorang telah menjadi karyawan di perusahaan, mereka mengetahui
informasi penting perusahaan sehingga seorang karyawan harus bisa menyimpan
rahasia perusahaan dari perusahaan lain. Karyawan juga berkewajiban untuk dapat
membedakan mana kepentingan pribadi dan mana kepentingan perusahaan, maksudnya
seorang karyawan harus bersikap profesional bila sedang berada di tempat kerja
dengan tidak mencampur antara urusan pribadi dengan urusan pekerjaan.
Sedangkan
perusahaan tidak boleh bersikap diskriminasi terhadap karyawan misalnya dengan
bersikap fair dalam merekrut
karyawan tidak membedakan antara ras, suku, agama, dsb. Tujuan perusahaan
didirikan bukan hanya untuk memperoleh laba semaksimal mungkin tetapi juga
untuk menjamin keselamatan dan kesehatan para pekerjanya karena kesehatan dan
kesejahteraan para karyawan merupakan hal penting, jika karyawan sehat dan
sejahtera mereka akan memberikan hasil produk yang maksimal tentunya akan
meningkatkan laba perusahaan. Dengan meningkatnya laba maka perusahaan wajib
memberi gaji yang adil, adil maksudnya sesuai dengan kebutuhan karyawan. Dan
perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-mena, mereka harus
mengikuti prosedur yang berlaku dan harus ada keterbukaan antara karyawan dan
perusahaan sehingga tidak ada salah paham antara kedua belah pihak.
Sumber
https://ameliaramadhanty.wordpress.com/
0 Komentar