Perlu diketahui bahwa
dahulu sempat pernah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin
Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (“PP
10/1983”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (“PP 45/1990”) bahwa Pegawai Badan Usaha Milik Negara
(“BUMN”) dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil termasuk
persamaan pemberlakuan ketentuan mengenai kewajiban pemberitahuan tertulis
kepada pejabat/atasan jika melangsungkan perkawinan dan kewajiban memperoleh
izin pejabat untuk dapat melakukan perceraian. Tetapi sejak
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian,
Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (“PP 45/2005”), segala ketentuan kepegawaian pada PNS tidak
berlaku lagi terhadap Pegawai/Karyawan BUMN sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 95 PP
45/2005 :
1.
Karyawan
BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian, hak dan
kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
2.
BUMN tidak berlaku segala ketentuan kepegawaian dan eselonisasi
jabatan yang berlaku bagi Pegawai Negeri.
Pengaturan mengenai
Pegawai BUMN tersebut adalah sebagai penegasan dari Pasal 87 ayat
(1) dan (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (“UU BUMN”), yang menyebutkan Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang
pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan kewajibannya ditetapkan
berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Karyawan BUMN dapat membentuk
serikat pekerja yang memelihara keamanan dan ketertiban dalam perusahaan, serta
meningkatkan disiplin kerja, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 87 ayat (1) UU BUMN adalah sebagai berikut :
Dengan status kepegawaian BUMN seperti ini, bagi BUMN tidak
berlaku segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagi pegawai negeri.
Perjanjian kerja bersama dimaksud dibuat antara pekerja BUMN
dengan pemberi kerja yaitu manajemen BUMN.
Definisi perjanjian
kerja bersama (“PKB”) adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara
serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang
tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak, sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”).
PKB paling sedikit
memuat:
a.
hak dan kewajiban pengusaha;
b.
hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat
buruh serta pekerja/buruh;
c.
jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya
perjanjian kerja bersama; dan
d.
tanda tangan para pihak pembuat perjanjian
kerja bersama.
Maka dalam hal ini
tidak ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang kepegawaian
Karyawan BUMN. Karyawan BUMN wajib tunduk pada UU Ketenagakerjaan, dan PKB,
serta Peraturan Perusahaan dari BUMN (Perum atau Persero).
Pelanggaran Etika dan Moral oleh Pegawai BUMN
Jika terjadi
pelanggaran etika dan moral, tentu Anda dapat menghubungi perusahaan yang
bersangkutan agar diberikan sanksi atau teguran. Apalagi jika pelanggaran etika
dan moral yang Anda maksud adalah perbuatan yang jelas dilarang oleh hukum
(pidana), maka Anda dapat melaporkannya ke pejabat yang berwenang (dalam hal
ini polisi). Yang dimaksud laporan menurut Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh
seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana.
Sebagai contoh
tindakan asusila di Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), diancam dengan pidana penjara paling lama
dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat juta lima ratus ribu
rupiah:
1.
Barang siapa dengan sengaja dan terbuka
melanggar kesusilaan;
2. Barang
siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan
dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
R. Soesilo dalam
bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Beserta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal
(hal. 204-205) memberikan penjelasan terhadap Pasal 281 KUHP bahwa:
Kesopanan disini dalam arti kata “kesusilaan” (zeden,
eerbaarheid), perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin misalnya,
bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita,
memperlihatkan anggauta kemaluan wanita atau priya, mencium dsb.
Status Pegawai BUMN yang Terbukti Melakukan Tindak
Pidana
Berdasarkan Pasal 160 ayat (3) UU
Ketenagakerjaan, pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6 (enam)
bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam hal
pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana
bukan atas pengaduan pengusaha.
Kemudian Pasal 160 ayat
(5) UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana
sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah,
maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh
yang bersangkutan.
Pemutusan hubungan
kerja sebagaimana dimaksud di atas dilakukan tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Akan tetapi
berdasarkan Pasal 160 ayat (4) UU Ketenagakerjaan dalam hal pengadilan memutuskan perkara
pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak
bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali.
Berdasarkan ketentuan
dalam UU Ketenagakerjaan, maka pegawai yang terbukti melakukan tindak pidana
dapat dikeluarkan. Namun, pekerja wajib dipekerjakan kembali apabila dinyatakan
tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan.
Dasar hukum:
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana;
3.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan;
4.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983
tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;
Pasal 1 huruf a
ke-2 PP 10/1983
Pasal 2 PP 10/1983 dan Pasal 3 PP 45/1990
Pasal 124 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
Pasal 160 ayat
(6) UU Ketenagakerjaan
Sumber www.hukumonline.com
0 Komentar